Gedung Mahkamah Agung AS di Washington, DC, pada tanggal 4 Mei 2020 ( AFP / Saul Loeb)

Mahkamah Agung AS tidak melarang wajib vaksinasi

  • Artikel ini berusia lebih dari setahun.
  • Diterbitkan pada hari Senin 08/11/2021 pukul 03:22
  • Diperbarui pada hari Senin 08/11/2021 pukul 04:16
  • Waktu baca 5 menit
  • Oleh: Juliette MANSOUR, AFP Prancis, AFP Indonesia
Sebuah klaim yang beredar di berbagai unggahan di Facebook dan Twitter menyatakan bahwa Mahkamah Agung AS "membatalkan" vaksinasi universal setelah sekelompok ilmuwan dan pengacara Robert F. Kennedy Jr mengajukan gugatan. Klaim itu salah. Preseden untuk wajib vaksinasi berasal dari keputusan Mahkamah Agung AS pada tahun 1905 dan belum pernah digugat.

Unggahan itu muncul di Facebook di sini pada tanggal 5 Oktober 2021.

Sebagian klaim di unggahan itu berbunyi: "Mahkamah Agung AS telah membatalkan vaksinasi universal di Amerika Serikat."

Image
Tangkapan layar unggahan menyesatkan, diambil pada tanggal 2 November 2021

Klaim tersebut juga dibagikan di unggahan lain di Facebook di sini, di sini, di sini dan di sini; serta di Twitter di sini.

Klaim itu juga dibagikan dalam berbagai bahasa lainnya, seperti bahasa Inggris, bahasa Malaysia, bahasa Prancis, bahasa Italia dan bahasa Serbia.

Wajib vaksinasi di Amerika Serikat

Wajib vaksinasi di AS berada di bawah yurisdiksi negara bagian, bukan federal. Setiap negara bagian memiliki otoritas hukum dan konstitusional untuk mewajibkan warganya divaksinasi terhadap penyakit menular.

Saat ini semua 50 negara bagian memiliki undang-undang yang mewajibkan anak-anak divaksinasi "terhadap penyakit menular tertentu" untuk bersekolah di sekolah negeri dan swasta. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) merinci undang-undang vaksinasi sekolah negeri di situs webnya. Beberapa vaksin wajib bagi petugas kesehatan dan individu yang mengajukan permohonan penduduk tetap di Amerika Serikat.

Akan tetapi, semua negara bagian mengizinkan pengecualian medis — seperti alergi terhadap vaksin — dan 45 negara bagian dan Washington DC memberikan pengecualian untuk alasan keagamaan, menurut Konferensi Nasional Badan Legislatif Negara Bagian.

Vaksinasi yang diamanatkan oleh negara dimulai dari kasus pengadilan Jacobson v. Massachusetts di Mahkamah Agung AS pada tahun 1905. Dalam keputusannya, Mahkamah Agung memutuskan bahwa wajib vaksinasi berada di bawah yurisdiksi negara bagian.

"Beberapa tahun kemudian, Mahkamah Agung mengutipnya sebagai preseden untuk konstitusionalitas undang-undang negara bagian yang mengharuskan anak-anak divaksinasi sebelum bersekolah (Zucht v. King)," Wendy E. Parmet, pakar kebijakan kesehatan masyarakat dan profesor hukum di Universitas Northeastern, mengatakan kepada AFP Fact Check.

Saat ini, beberapa negara bagian menghendaki, misalnya, pegawai negeri dan petugas kesehatan untuk divaksinasi Covid-19. Beberapa dari negara bagian tersebut juga mengatur bahwa mereka yang menolak untuk divaksinasi harus melakukan tes Covid-19 setiap minggu.

"Negara bagian memiliki otoritas hukum dan konstitusional untuk mewajibkan orang-orang yang tinggal di negara bagian tersebut untuk divaksinasi, atau untuk memperkenalkan mandat vaksin," ahli hukum dan kesehatan masyarakat Joanne Rosen menjelaskan dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh Bloomberg School of Public Health di Universitas Johns Hopkins.

Presiden Joe Biden berjanji pada awal Desember 2020 bahwa vaksinasi terhadap Covid-19 tidak akan diwajibkan di tingkat federal, tetapi pada tanggal 9 September 2021 dia memandatkan vaksin Covid-19 untuk dua pertiga pekerja AS melalui langkah-langkah khusus dalam usahanya untuk menekan kasus-kasus Covid-19 akibat varian Delta.

Tidak ada keputusan Mahkamah Agung

Postingan Facebook yang menyesatkan itu mengklaim bahwa Mahkamah Agung baru-baru ini "membatalkan" vaksinasi universal di Amerika Serikat.

Namun, tidak ada keputusan seperti itu di situs web Mahkamah Agung AS, di mana semua keputusan berdasarkan "pendapat pengadilan" untuk kasus yang sedang ditinjau dan berdasarkan "perintah pengadilan" untuk ringkasan keputusan.

"Sepengetahuan saya, tidak ada keputusan terkini tentang peraturan vaksin yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung," kata Parmet.

"Saya tidak tahu ada kasus Mahkamah Agung AS yang membatalkan presedennya sendiri tentang vaksin."

Keamanan vaksin

Klaim di unggahan menyesatkan juga menyatakan: "Bill Gates, kepala spesialis penyakit menular AS, Fauci, dan Big Pharma telah kalah dalam gugatan di Mahkamah Agung AS karena gagal membuktikan bahwa semua vaksin mereka aman bagi kesehatan warga selama 32 tahun terakhir!"

Tuduhan ini nampaknya merujuk pada rumor yang tersebar luas di Amerika Serikat mengenai keputusan pengadilan dari tahun 2018.

Salah satu organisasi anti-vaksin terbesar di Amerika Serikat, Anti-Vaccine Informed Consent Action Network (ICAN), mengajukan gugatan Kebebasan Informasi terhadap Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS) AS pada tahun 2018, meminta para pejabat untuk merilis laporan rinci tentang efek samping vaksin.

Departemen tersebut mengatakan tidak dapat menemukan laporan-laporan yang dikutip ICAN sebagai bukti bahwa pemerintah federal telah gagal mempelajari sepenuhnya efek vaksin selama 30 tahun terakhir. Akan tetapi, para ilmuwan dan situs periksa fakta PolitiFact menemukan banyak laporan mendalam tentang efek samping vaksin telah diterbitkan oleh Departemen Kesehatan dan lembaga AS lainnya.

Selain itu, kasus ICAN itu ditangani oleh pengadilan Distrik New York Selatan, bukan Mahkamah Agung AS.

'Kasus ini tampaknya dibawa di bawah Undang-Undang Kebebasan Informasi. Itu tidak berkaitan dengan kebijakan vaksin. Kasus tersebut tampaknya telah diselesaikan di pengadilan negeri, bukan di Mahkamah Agung. Itu tidak bisa membalikkan preseden apa pun,' kata Parmet kepada AFP Fact Check.

Robert F. Kennedy Jr.

Klaim selanjutnya di unggahan menyesatkan menyatakan "sekelompok ilmuwan" yang dipimpin oleh "Senator Kennedy" mengajukan gugatan. Postingan tersebut kemudian mengutip kutipan yang dikaitkan dengan Robert F. Kennedy Jr.

Namun, Kennedy Jr. tidak pernah menjadi Senator AS. Dia adalah seorang pengacara lingkungan hidup dan dikenal karena sikapnya yang anti vaksin.

Image
Pengacara Amerika Robert F. Kennedy Jr. di New York pada tanggal 12 Desember 2018 ( AFP / Angela Weiss)

Akun Instagramnya ditutup pada bulan Februari 2021 "karena berulang kali membagikan klaim salah tentang virus corona atau vaksin", menurut pernyataan Facebook tertanggal 12 Februari 2021.

Kennedy Jr. mendukung ICAN dalam gugatan mereka terhadap Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan pada tahun 2018, tetapi dia belum mengajukan banding ke Mahkamah Agung.

AFP Fact Check telah membantah klaim menyesatkan yang dibuat oleh Kennedy Jr. di sini, di sini, di sini dan di sini.

Vaksin mRNA tidak mengubah DNA

Postingan menyesatkan lebih lanjut mengklaim vaksin Covid-19 yang merupakan "bagian dari kelompok mRNA“ bukanlah vaksin” melainkan "alat manipulasi genetik" yang mengubah DNA seseorang.

Klaim ini salah. Vaksin mRNA tidak mengubah DNA manusia.

"Vaksin mRNA memang benar-benar vaksin hidup yang menghasilkan antigen yang dimaksud, lonjakan protein SARS-CoV-2, di bagian yang disuntikkan," Grant McFadden, direktur Pusat Biodesign untuk Imunoterapi, Vaksin, dan Viroterapi di Arizona State University, mengatakan kepada AFP Fact Check di bulan Maret 2021.

"Mereka tidak mengubah DNA genetik sel inang, dan tidak dapat mengubah gen sel penerima."

Maria Victoria Sanchez, peneliti di Laboratorium Pengembangan Imunologi dan Vaksin IMBECU-CCT-CONICET di Argentina, juga mengatakan kepada AFP pada bulan September 2020 bahwa vaksin mRNA tidak dapat menyusup ke gen seseorang.

"Prosesnya dilakukan di sitoplasma, bukan di inti sel," katanya. "Messenger RNA tidak bisa 'masuk ke' DNA kita."

AFP Fact Check sebelumnya telah membantah klaim salah tentang vaksin mRNA di sini dan di sini.

Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?

Hubungi kami