Vonis korupsi Harvey Moeis picu misinformasi tentang hukuman mati untuk koruptor

  • Diterbitkan pada hari Kamis 30/01/2025 pukul 04:09
  • Waktu baca 3 menit
  • Oleh: AFP Indonesia
Di saat jaksa tengah mengajukan banding atas hukuman penjara terhadap terpidana korupsi tambang timah ilegal Harvey Moeis, video yang telah dimanipulasi disebarkan dengan klaim salah bahwa unggahan tersebut memuat foto Presiden Prabowo Subianto mengumumkan eksekusi mati Harvey. Foto aslinya menunjukkan Prabowo mengumumkan kenaikan pajak pertambahan nilai pada barang-barang tertentu. Pakar hukum yang fokus di isu pemberantasan korupsi mengatakan kepada AFP bahwa presiden tidak punya kuasa untuk menjatuhkan hukuman mati.

"Prabowo ambil langkah kejam! Koruptor 300 T Akan Dihukum Mati di Nusakambangan!" tulis teks yang tertera di video TikTok pada 4 Januari 2025.

Klip itu menyertakan gambar yang seolah menunjukkan Prabowo tengah mengadakan konferensi pers, sedangkan Harvey Moeis berdiri di sebelahnya mengenakan rompi merah muda.

"Tamat Riwayat Harvey Moeis !! Prabowo Marah!" tulis teks lainnya yang tertera di video tersebut.

Image
Tangkapan layar unggahan misinformasi, diambil pada 14 Januari 2025

Harvey divonis terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang karena menjadi perantara dan mengambil keuntungan dari pertambangan ilegal di konsesi milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam dakwaan, jaksa menyebut kejahatan itu menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun (tautan arsip).

Pengadilan memvonis Harvey 6,5 tahun penjara pada 23 Desember 2024. Dia juga dihukum membayar Rp210 miliar sebagai ganti rugi keuangan negara dan denda tambahan Rp1 miliar (tautan arsip).

Sejumlah kalangan mengatakan bahwa "vonis singkat" tersebut tidak mencerminkan kegentingan kasus ini. Sementara itu, Kejaksaan Agung mengungkapkan tengah mengajukan banding atas vonis yang berkurang setengah dari dakwaan 12 tahun penjara yang diajukan jaksa (tautan arsip di sini dan sini).

Gambar itu juga beredar dengan klaim serupa di Instagram, YouTube, dan TikTok.

Namun, faktanya foto itu dimanipulasi dari dua gambar yang tak berkaitan satu sama lain.

Gambar hasil manipulasi

Kombinasi pencarian gambar terbalik dan kata kunci tertentu di Google menemukan bahwa foto pertama sebenarnya adalah tangkapan layar video milik kanal YouTube Sekretariat Presiden yang diunggah tanggal 31 Desember 2024 (tautan arsip).

Video itu memperlihatkan Prabowo mengumumkan tentang naiknya pajak pertambahan nilai untuk barang dan jasa mewah.

Foto yang digunakan di unggahan yang salah sesuai dengan detik ke-9 video Sekretariat Presiden.

Pencarian gambar terbalik lanjutan menemukan foto Harvey dipotong dari foto yang dipublikasikan Bloomberg pada 7 April 2024 (tautan arsip).

Keterangan foto menyebut sumber gambar berasal dari Humas Kejaksaan Agung yang dirilis pada Maret 2024.

Berikut adalah perbandingan antara postingan yang salah (kiri) dan video dari kanal YouTube Sekretariat Presiden dan foto yang dipublikasikan Bloomberg (kanan):

Image
Perbandingan antara postingan yang salah (kiri) dan video dari kanal YouTube Sekretariat Presiden dan foto yang dipublikasikan Bloomberg (kanan)

Pada dasarnya, aturan hukum Indonesia memungkinkan terdakwa kasus korupsi mendapatkan hukuman mati, tetapi vonis itu harus memenuhi beberapa kondisi (tautan arsip).

Peneliti di Indonesian Corruption Watch Diky Anandya mengatakan kepada AFP pada 16 Januari bahwa untuk dijatuhi hukuman mati, undang-undang "mensyaratkan aksi yang menyebabkan kerugian keuangan negara tersebut dilakukan saat situasi krisis atau bencana."

Sementara itu, di tempat terpisah, meski Prabowo mengatakan bahwa mereka yang melakukan tindak pidana korupsi harusnya dijatuhi hukuman minimal 50 tahun penjara, Diky menjelaskan bahwa presiden tidak punya kewenangan untuk menjatuhkan hukuman penjara ke pelaku pidana (tautan arsip).

"Menjatuhkan hukum pidana itu kewenangan dari lembaga kekuasaan kehakiman melalui hakim yang memeriksa dan menangani perkara," ucapnya.

Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?

Hubungi kami