Postingan anti-LGBT bagikan klaim sesat bahwa tulang panggul 'menentukan jenis kelamin biner'

  • Artikel ini berusia lebih dari setahun.
  • Diterbitkan pada hari Jumat 13/01/2023 pukul 08:08
  • Diperbarui pada hari Jumat 13/01/2023 pukul 08:27
  • Waktu baca 4 menit
  • Oleh: AFP Indonesia
Klaim menyesatkan yang menyebut bahwa para arkeolog menentukan jenis kelamin seseorang hanya dari tulang panggul dan penentuan jenis kelamin hanyalah perempuan atau laki-laki telah dibagikan puluhan ribu kali oleh pengguna medsos di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, para pakar mengatakan sulit menentukan jenis kelamin hanya dari tulang panggul, dan perkiraan jenis kelamin ini adalah sebuah spektrum dan tak selalu biner.

Gambar dua tulang panggul -- yang pertama disebut sebagai tulang laki-laki dan yang satu lagi, yang lebih lebar, disebut sebagai tulang perempuan -- diunggah di postingan Twitter ini oleh dokter Indonesia bernama dr. Gia Pratama pada tanggal 11 Oktober 2022.

Diterjemahkan dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, cuitan itu berbunyi: "Kamu boleh saja bilang gender netral, kamu bisa punya banya orientasi seksual. Tapi ratusan tahun dari sekarang, jika arkeolog menemukan tulangmu, mereka akan bilang kamu kalau tidak laki-laki ya perempuan," bunyi

Cuitan itu telah dibagikan lebih dari 21.000 kali.

Image
Tangkapan layar unggahan menyesatkan, diambil pada tanggal 1 Januari 2023

Gambar yang sama, dengan keterangan identik, juga diunggah dr. Gia di akun Instagramnya di sini, di mana postingan tersebut disukai lebih dari 4.100 kali.

Gambar tersebut itu dibagikan dengan klaim serupa dalam bahasa Indonesia oleh pengguna medsos lainnya, seperti di Facebook, Instagram dan Twitter.

Diskriminasi, kebencian dan persekusi terhadap komunitas LGBT di Indonesia sering terjadi.

Saat pandemi Covid-19, individu LGBT tak jarang mengalami diskriminasi berlapis yang antara lain menyebabkan mereka tak dapat mengakses layanan kesehatan dan vaksinasi.

Gambar tersebut juga dibagikan lebih dari 3.400 kali setelah muncul dengan klaim serupa di berbagai halaman Facebook bertema religius di berbagai negara, tak hanya Indonesia tapi juga Pakistan, India dan Amerika Serikat.

Postingan serupa juga dibagikan oleh pengguna Facebook di Bangladesh, Myanmar, Nigeria dan Etiopia.

Respons terhadap postingan-postingan tersebut termasuk komentar-komentar yang bernuanasa anti-LGBTQ dan mengolok-olok kelompok minoritas itu.

Tulis seorang pengguna Twitter: "setuju dok, gender sejatinya memang cuma dua, kalo lebih dari dua namanya bukan gender tapi genre."

Sementara seorang pengguna Instagram mengatakan: "Allah SWT udh menciptakan sprti itu, tp pola pikir manusia yg mengubahnya. Pake kata2 menjelimet lagi campur2 bhs inggris, sains dll. Pdhl cuma akal2an mreka aja."

Image

Namun, klaim ini menyesatkan. Para pakar mengatakan pemeriksaan tulang saja tidak cukup untuk menentukan jenis kelamin seseorang.

Pemeriksaan tulang

"Kami tidak bisa dengan pasti mengatakan apa jenis kelamin seseorang hanya dengan berdasarkan melihat bentuk tulang mereka," kata Caroline VanSickle, seorang antropolog biologis dan lektor di Universitas A. T. Still di Amerika Serikat. "Kami bisa menawarkan sebuah perkiraan yang cukup ilmiah, tapi itu pun kami terkadang mendapatkan jawaban yang salah atau berakhir dengan hasil yang tidak meyakinkan.

"Kami juga tidak memiliki metode untuk mengidentifikasi individu interseks, yang jumlahnya sekitar dua persen dari populasi, dan kami memiliki data yang terbatas tentang bagaimana terapi hormon untuk afirmasi gender mungkin bisa berdampak pada bentuk kerangka tubuh yang secara tradisional digunakan untuk memperkirakan jenis kelamin seseorang," ujar VanSickle, yang pernah menulis sebuah utas cuitan untuk merespon klaim menyesatkan tersebut.

"Tidak ada ilmuwan yang bisa melihat bentuk sebuah panggul dan mengatakan dengan yakin apakah orang tersebut adalah laki-laki atau perempuan," pungkasnya kepada AFP.

Menurut Rebecca Gowland, guru besar arkeologi di Universitas Durham di Inggris, ada lima kategori yang biasanya diberikan para arkeolog kepada kerangka manusia -- laki-laki, mungkin laki-laki, tidak diketahui, perempuan atau mungkin perempuan -- jadi tidak hanya mencakup dua jenis kelamin biner laki-laki atau perempuan, seperti yang diklaim postingan menyesatkan.

"Ambiguitas ini berdasarkan beberapa faktor yang berbeda ... [termasuk] preservasi yang buruk, atau bisa jadi beberapa ciri kerangka yang digunakan untuk memperkirakan jenis kelamin bersifat ambigu," katanya pada AFP.

Pamela L. Geller, guru besar di Departemen Antropologi di Universitas Miami, berpendapat serupa.

"Ketika para arkeolog menganalisa kerangka-kerangka yang terkubur, memperkirakan jenis kelamin itu rumit karena beberapa alasan. Preservasinya bisa jadi buruk," katanya pada AFP. "Tidak semua elemen dari kerangka menunjukkan dimorfisme seksual, yang juga tidak terlalu jelas pada manusia."

Geller juga mengatakan: "Manusia dan mahkluk lainnya menunjukkan berbagai kondisi interseks ... Jadi menyadari bahwa ada variasi besar di antara manusia, lalu sesungguhnya apa yang kita identifikasi sebagai ideal adalah kelaki-lakian dan keperempuanan. Kemudian kita mencoba memasukkan sebagian besar orang ke dalam idealisasi ini meski mungkin tidak begitu cocok dengan mereka."

Jenis kelamin dan gender

Para ahli juga menekankan bahwa identitas gender dan jenis kelamin biologis itu tidaklah sama.

"Jenis kelamin berkaitan dengan biologi," kata Geller. "Gender itu kultural; ia dipelajari, dibagikan, berdasarkan konteks, dapat berubah sepanjang hidup seseorang, dan terikat dengan identitas dan peran yang kita ambil atau dikenakan pada kita."

"Banyak budaya, di masa lalu dan sekarang, yang memilik sistem gender tak biner," kata Gowland. "Ada banyak contoh tentang kerangka ditandai berjenis kelamin perempuan secara biologis yang dikuburkan dengan barang-barang kebudayaan yang biasa diidentifikasi dengan laki-laki (misalnya Penguburan Birka) dan sebaliknya."

"Yang paling bisa dilakukan adalah memperkirakan apa sepertinya jenis kelamin seseorang berdasarkan bagaimana kerangka tersebut dibandingkan dengan kerangka yang lain, namun hal itu tidak bisa memberikan kita informasi tentang identitas gender seseorang semasa hidupnya," kata VanSickle.

Gowland juga mengarahkan AFP pada pernyataan ini dari British Association for Biological Anthropology and Osteoarchaeology (BABAO), atau Asosiasi Britania untuk Antropologi Biologi dan Osteoarkeologi, yang diterbitkan pada tanggal 17 Oktober 2022.

"Osteoarkeologi dan antropologi forensik harus mempertimbangkan baik jenis kelamin biologis dan identitas gender seseorang," kata BABAO dalam pernyataannya.

"Para profesional ini memahami bahwa jenis kelamin biologis berada di dalam spektrum, di mana kerangka dan variasi jenis kelamin yang mereka tunjukkan hanyalah satu bagian dari suatu hal yang lebih besar."

"Mereka juga memahami bahwa penilaian tentang jenis kelamin dengan menggunakan kerangka tidak 100% akurat dan analisis ini mungkin tidak selaras dengan jenis kelamin biologis atau identitas gender seseorang."

Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?

Hubungi kami