Pakar bantah klaim bahwa nyamuk Wolbachia adalah 'bagian dari rencana depopulasi'

  • Diterbitkan pada hari Kamis 07/12/2023 pukul 06:50
  • Waktu baca 4 menit
  • Oleh: AFP Indonesia
Seiring dengan rencana pemerintah untuk menyebarkan nyamuk berbakteri Wolbachia yang dapat mencegah penyebaran virus demam berdarah, beredar klaim salah bahwa nyamuk tersebut adalah bagian dari "rencana depopulasi Bill Gates" karena mereka dapat menyebarkan "gen LGBT" serta Japanese Encephalitis (JE). Para pakar dan otoritas kesehatan membantah klaim tersebut, dan menjelaskan bahwa nyamuk ber-Wolbachia tidak dapat menyebabkan mutasi genetik maupun penyakit pada tubuh manusia.

"Bisakah nyamuk digunakan untuk perang biologis?" tulis status postingan ini, yang diunggah pada tanggal 18 November 2023.

Status itu juga mengklaim depopulasi manusia itu "dalangnya adalah WHO, Israel, dan Amerika dengan menggunakan "Nyamuk BIONIK WOLBACHIA yang akan segera disebar di berbagai daerah di Indonesia dan di negara lainnya."

Image
Tangkapan layar postingan sesat, diambil pada tanggal 26 November 2023

Wolbachia adalah bakteri yang dapat memblokir replikasi virus penyakit demam berdarah (dengue), Zika, dan chikungunya dalam tubuh nyamuk (tautan arsip).

Bill and Melinda Gates Foundation mendukung penelitian World Mosquito Program (WMP), yang dengan mitra setempat melepaskan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi bakteri Wolbachia ke lingkungan penduduk untuk membantu mengurangi penularan penyakit menular (tautan arsip).

Di Indonesia, World Mosquito Program Yogyakarta (WMPY), yang dijalankan oleh Centre for Tropical Medicine di Universitas Gadjah Mada, pertama kali melepaskan nyamuk ini pada tahun 2014 di Provinsi DI Yogyakarta (tautan arsip ini dan ini).

Klaim serupa yang menghubungkan nyamuk dengan "rencana depopulasi" juga dibagikan di Facebook di sini dan di sini.

Unggahan lainnya di Facebook dan TikTok menarasikan bahwa sebagai bagian dari rencana depopulasi, nyamuk tersebut akan menjangkiti manusia dengan virus Japanese encephalitis (JE), atau ensefalitis Jepang, sementara unggahan lain di Facebook dan X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, mengklaim bahwa nyamuk ber-Wolbachia dapat menyebarkan "gen LGBT".

Postingan tersebut beredar ketika Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana memperluas program nyamuk Wolbachia ke daerah lain, termasuk Jakarta Barat, Bandung, dan Semarang, untuk membantu menurunkan kasus demam berdarah (tautan arsip).

Namun, rencana di Bali ditunda karena adanya penolakan dari masyarakat setempat (tautan arsip).

Namun, klaim tentang nyamuk Wolbachia dibantah oleh para pakar dan Kemenkes.

'Hoaks yang luar biasa parah'

Wolbachia adalah bakteria yang dapat ditemukan secara luas pada berbagai jenis serangga, dan tidak berpotensi untuk membuat manusia maupun hewan jatuh sakit, menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, dan National Environment Agency (NEA) Singapura (tautan arsip ini dan ini).

Dalam sesi tanya jawab yang diadakan oleh Kemenkes pada tanggal 20 November 2023, Dr Riris Andono Ahmad, direktur Centre for Tropical Medicine Universitas Gadjah Mada, menyatakan bahwa ilmuwan menginfeksi nyamuk Aedes aegypti dengan bakteri Wolbachia (tautan arsip ini dan ini).

"Wolbachia tidak dapat menular kepada manusia," ujarnya. "Wolbachia hanya dapat bertahan hidup pada sel serangga. Mereka memblokir virus dengue."

Dr Riris mengatakan jika nyamuk Wolbachia kawin dengan nyamuk liar, ada dua kemungkinan yang akan terjadi: telur nyamuk tersebut tidak akan menetas atau menghasilkan nyamuk Wolbachia yang tidak dapat menularkan demam berdarah.

Ia juga menjelaskan bahwa nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi bakteri Wolbachia tidak memicu mutasi genetik pada manusia dan tidak mengakibatkan depopulasi.

"Ini adalah hoaks yang luar biasa parah," ujar ahli epidemiologi itu, menanggapi klaim bahwa nyamuk ber-Wolbachia adalah "senjata pembunuh manusia".

"Tidak ada mutasi genetik sama sekali, baik di bakteria maupun pada nyamuk,"pungkas Dr Riris.

Pada unggahan di akun Facebook dan Instagram resmi tertanggal 25 November 2023, Kemenkes menyatakan, "Bakteri Wolbachia secara alami ada di 60% serangga, bukan hasil rekayasa" (tautan arsip ini dan ini).

Kemenkes juga mengatakan nyamuk yang terinfeksi Wolbachia bukanlah organisme hasil rekayasa genetika karena mereka tidak mengubah genetik nyamuk maupun bakteri Wolbachia.

NEA Singapura mengeluarkan pernyataan yang selaras: "Nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia tidak dianggap sebagai organisme hasil rekayasa genetika, sebagaimana dikonfirmasi oleh Genetic Modification Advisory Committee (GMAC) di Singapura" (tautan arsip).

Lanjutnya: "Hal ini karena tidak ada gangguan atau modifikasi pada gen nyamuk."

Menurut Kemenkes, uji coba nyamuk ber-Wolbachia di provinsi Yogyakarta telah mengurangi kasus infeksi demam berdarah hingga 77% dan kasus rawat inap terkait demam berdarah sekitar 86% (tautan arsip).

Dr Riris juga mengatakan nyamuk Wolbachia tidak menyebabkan penyakit apa pun, termasuk JE.

Sebagaimana dijelaskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus JE ditularkan ke manusia melalui nyamuk Culex yang terjangkit virus tersebut, khususnya nyamuk Culex tritraeniorhyncus, bukan nyamuk Aedes aegypti (tautan arsip).

AFP sebelumnya telah membongkar klaim yang beredar di Malaysia bahwa nyamuk Wolbachia dapat menyebarkan virus baru.

Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?

Hubungi kami