
Video Trump tentang pembunuhan petani di Afrika Selatan mengandung banyak kekeliruan
- Diterbitkan pada hari 27/05/2025 pukul 12:09
- Waktu baca 4 menit
- Oleh: Clément VARANGES, Tendai DUBE, AFP Afrika Selatan
- Terjemahan dan adaptasi AFP Indonesia
Hak Cipta © AFP 2017-2025. Segala jenis penggunaan konten secara komersial harus melalui langganan. Klik di sini untuk lebih lanjut.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mencecar pemimpin Afrika Selatan Cyril Ramaphosa ketika keduanya bertemu pada 21 Mei 2025. Trump memutar video yang ia klaim sebagai bukti "persekusi" terhadap para petani kulit putih.
Saat bertemu Ramaphosa di Gedung Putih, Trump memperlihatkan video berdurasi 4 menit, 30 detik yang telah menyebar luas di media sosial. Klaimnya, itu merupakan bukti pembunuhan para petani kulit putih yang Trump sebut sebagai "genosida".
Beberapa warganet Indonesia terlihat percaya dengan klaim tersebut, dengan memosting video pertemuan Trump dengan Ramaphosa. "Ternyata kau sendiri yg melakukan genosida, bertobatlah Afsel, berbaliklah dari jalanmu yg jahat," tulis seorang pengguna di X pada 22 Mei 2025.
Namun, video itu mengandung banyak kekeliruan.
Kayu salib di sepanjang jalan bukanlah makam
Salah satu klip yang Trump putar menunjukkan banyak kayu salib di sepanjang jalan yang dilalui puluhan mobil dan truk.
"Ini adalah tempat penguburan," ujar Trump. "Mobil-mobil itu ... berhenti untuk menghormati anggota keluarga mereka yang dibunuh."

Menurut video dan artikel berita yang beredar, rekaman tersebut diambil dari aksi protes tahun 2020 saat kayu salib ditancapkan di sepanjang jalan pedesaan untuk memeringati sepasang suami istri yang menjadi korban pembunuhan di tanah pertanian mereka di Normandien (tautan arsip di sini dan sini).
Kayu-kayu salib tersebut bukan penanda tanah pemakaman.

Pelaku pembunuhan dalam kasus tersebut telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada tahun 2022.
Baca lebih lanjut tentang video kayu salib di sepanjang jalan pedesaan itu di artikel cek fakta ini.
Politisi yang diperlihatkan bukanlah pejabat pemerintah
Klaim lain yang dilontarkan Trump adalah perampasan lahan pertanian milik petani kulit putih yang dilakukan pemerintah Afrika Selatan. Ia lalu memutar video politikus yang berkata, "Orang Afrika Selatan yang menduduki tanah, itulah kita."
"Orang-orang ini adalah para pejabat," ucap Trump.
Namun, orang yang melontarkan kata-kata tersebut bukanlah pejabat pemerintah, melainkan tokoh oposisi dari Partai Pejuang Pembebasan Ekonomi (EFF), Julius Malema (tautan arsip).
Di pemilu tahun lalu, EFF hanya menduduki urutan keempat dengan 9,5 persen suara. Partai itu tidak pernah duduk di pemerintahan.
Gambar dari Republik Demokratik Kongo
Setelah memperlihatkan video, Trump menunjukkan tumpukan kertas yang berisi artikel yang ia klaim sebagai bukti dokumen pembunuhan para petani di Afrika Selatan.
Salah satunya adalah postingan blog tentang budaya kesukuan di Afrika dari laman bernama "American Thinker," yang memuat foto anggota palang merah mengenakan hazmat putih tengah mengurusi kantong jenazah.
"Ada tempat penguburan di mana-mana, ini adalah petani-petani kulit putih yang sedang dikubur," kata Trump.

Namun, gambar itu adalah tangkapan layar video YouTube para petugas palang merah di bulan Februari, setelah lebih dari 100 perempuan menjadi korban pemerkosaan dan dibakar hidup-hidup saat sebuah penjara dijebol dan banyak narapidana kabur di kota Goma, Republik Demokratik Kongo.
Tangkapan layar tersebut berasal dari video media berita India WION yang menggunakan klip milik Reuters (tautan arsip).
Baca lebih lanjut tentang gambar tersebut di laporan AFP ini (tautan arsip).
Petani kulit putih tidak 'dibunuh dalam jumlah yang besar'
"Orang-orang ini dibunuh dalam jumlah yang besar," ucap Trump mengeklaim, sembari menunjukkan artikel yang ia klaim melaporkan pembunuhan "ribuan" petani kulit putih.
Meski ada para petani yang memang jadi korban pembunuhan, jumlahnya terlampau kecil dalam konteks kasus kriminal di Afrika Selatan -- negara dengan salah satu angka pembunuhan tertinggi di dunia.
Organisasi AfriForum, yang telah lama mendorong kampanye untuk mengungkap pembunuhan di daerah pertanian, mencatat ada 49 kasus pembunuhan pada tahun 2023.
Sebagai perbandingan, polisi mencatat total 27.621 kasus pembunuhan antara April 2023 hingga Maret 2024 -- atau sekitar 75 orang jadi korban pembunuhan tiap hari. Mayoritas korban adalah pria muda kulit hitam di daerah perkotaan.
Dua hari setelah pertemuan di Gedung Putih, Menteri Kepolisian Afrika Selatan Senzo Mchunu mengatakan bahwa negaranya tidak sedang menghadapi "genosida kulit putih" dan klaim tersebut "sama sekali tidak ditemukan dan sama sekali tidak berdasar."
Ia kemudian memaparkan statistik kejahatan dengan menyebut kasus dua pemilik lahan pertanian yang menjadi korban pembunuhan dalam rentang Januari hingga Maret 2025. Kedua korban berkulit hitam.
Satu orang penghuni pertanian, dua karyawan pertanian, dan satu manajer pertanian juga tewas dalam serangan di pertanian selama kuartal tersebut. Hanya penghuni pertanian yang berkulit putih, kata Mchunu.
"Kami tidak menyangkal bahwa angka kriminalitas di negara ini tinggi," ungkapnya, namun itu terjadi "di semua lapisan, di pedesaan dan perkotaan."
Dua belas kasus pembunuhan juga tercatat di kuartal sebelumnya, sepanjang Oktober-Desember 2024. Mchunu berkata, dari kasus tersebut hanya satu korban -- yakni seorang pemilik pertanian -- yang berkulit putih.
Sebelumnya, AFP telah menulis tentang bagaimana data palsu mendistorsi gambaran rumit pembunuhan di lahan pertanian Afrika Selatan.
Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?
Hubungi kami