Para ahli sebut metode 'segitiga kehidupan' untuk menyelamatkan diri saat gempa sebagai 'misinformasi berbahaya'
- Diterbitkan pada hari 06/11/2025 pukul 08:08
- Diperbarui pada hari 03/12/2025 pukul 04:38
- Waktu baca 3 menit
- Oleh: Ara Eugenio, AFP Filipina
- Terjemahan dan adaptasi AFP Indonesia
Para ahli sepakat bahwa cara terbaik untuk melindungi diri dari jatuhan puing-puing bangunan saat gempa adalah metode drop, cover and hold (merunduk, berlindung dan menunggu). Mereka menyebut bahwa metode "segitiga kehidupan" -- bersembunyi di celah puing yang membentuk ruang segitiga saat gempa -- tidak didukung bukti valid dan hal tersebut berbahaya.
"'Segitiga Kehidupan' Cara Paling Aman Menyelamatkan Diri dari Gempa Bumi," tulis keterangan postingan Facebook yang dibagikan pada tanggal 18 September 2025.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), "merunduk, berlindung dan menunggu" berarti menurunkan posisi tubuh lebih rendah, mencari penutup kepala dan leher dan tetap berada dan berlindung di tempat tersebut hingga gempa berhenti" (tautan arsip).
Namun, dalam keterangan postingan Facebook yang beredar disebutkan bahwa teknik "merunduk, berlindung dan menunggu" tidak berhasil menyelamatkan jiwa saat gempa bumi. Postingan ini justru membagikan potongan sebuah artikel yang mengutip seseorang bernama Doug Copp, yang disebut merupakan seorang penyelamat berpengalaman.
Unggahan tersebut mengklaim bahwa Copp mengembangkan metode "segitiga kehidupan" setelah mengamati pola-pola runtuhan bangunan, dan bahwa sebuah "uji ilmiah" tahun 1996 di Turki diduga membuktikan teorinya.
"Mereka yang menunduk dan berlindung tidak dapat bertahan hidup dan mereka yang menggunakan metode saya 'segitiga kehidupan' bertahan hidup 100%," demikian lanjutan keterangan postingan itu.
Postingan dengan klaim dan ilustrasi serupa juga beredar di Filipina, setelah negara kepulauan itu diguncang gempa yang menewaskan setidaknya 83 orang, memicu peringatan tsunami dan menyebabkan kerusakan di banyak wilayah (tautan arsip).
Gempa bumi sering terjadi di Indonesia maupun Filipina yang terletak di "Cincin Api" Pasifik yang membentang dari Jepang dan melewati Asia Tenggara juga wilayah Pasifik.
'Pemikiran yang keliru'
Seorang perwakilan dari Insititut Vulkanologi dan Seismologi Filipina (Phivolcs) mengatakan kepada AFP bahwa mereka tidak menganjurkan untuk mengikuti metode "segitiga kehidupan".
"'Segitiga kehidupan' itu didasarkan pada kondisi yang tidak secara akurat mencerminkan apa yang terjadi saat gempa, dan mengikuti metode itu dapat meningkatkan risiko terluka atau terjebak," kata Melissa Mae Garcia, seorang spesialis peniliti ilmiah di Institut itu, pada 14 Oktober.
Dia mengatakan metode "segitiga kehidupan" membuat asumsi salah bahwa furnitur dan benda-bendar besar tidak bergeser sama sekali saat terjadi gempa besar.
"Kenyataannya, gempa mengakibatkan getaran keras yang bisa menggeser dan menjatuhkan benda-benda berat, dan membuat ruangan di sekitar mereka menjadi berbahaya dan tidak aman."
Secara terpisah, Tim Palang Merah Filipina mengatakan kepada AFP pada tanggal 14 Oktober bahwa metode "segitiga kehidupan" adalah "misinformasi berbahaya".
"Di Filipina dan tempat lainnya, keruntuhan total pada bangunan, atau pancaking, bukan hal yang sering terjadi pada bangunan modern atau bahkan pada banyak bangunan tua. Bahaya yang paling sering terjadi adalah dari benda jatuh," kata lembaga tersebut.
Palang Merah Filipina menjelaskan bahwa getaran yang kuat membuat orang sulit untuk merangkak atau bergerak dengan aman, sehingga meningkatkan risiko tertimpa reruntuhan sebelum mencapai "segitiga" yang dimaksud.
Organisasi tersebut juga mengatakan bahwa tidak ada cara untuk memprediksi di mana "ruangan kosong yang bisa dipakai untuk menyelamatkan diri" akan terbentuk saat bangunan runtuh.
Phivolcs dan Palang Merah Filipina berulang-ulang menyatakan bahwa metode "merunduk, berlindung dan menunggu" tetap menjadi protokol kemanan yang paling efektif dan diakui seluruh dunia saat gempa terjadi (tautan arsip).
Metode ini bisa dilakukan dengan cara merunduk dengan bertumpu pada tangan dan lutut agar tidak terjatuh saat guncangan gempa terjadi, menutupi kepala dan leher atau merangkak di bawah meja yang kokoh dan bertahan di situ hingga getaran berhenti.
Mengikuti langkah-langkah ini bisa mencegah dari tertimpa benda yang jatuh, yang menjadi penyebab paling umum cedera saat gempa terjadi.
Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat juga merokemendasikan metode "merunduk, berlindung dan menunggu" serta menyebut teknik "segitiga kehidupan" sebagai sebuah "pemikiran yang keliru" (tautan arsip).
"Berdasarkan observasi saat gempa di Turki, gagasan tersebut tidak bisa diaplikasikan pada bangunan yang didirikan di Amerika Serikat," katanya.
AFP telah menyanggah misinformasi lain terkait gempa di sini.
Artikel ini telah diperbarui untuk menambahkan metadata.3 Desember 2025 Artikel ini telah diperbarui untuk menambahkan metadata.
Hak Cipta © AFP 2017-2025. Segala jenis penggunaan konten secara komersial harus melalui langganan. Klik di sini untuk lebih lanjut.
Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?
Hubungi kami