Catherine, Putri Wales, mengumumkan pada tanggal 22 Maret 2024 dia telah didiagnosis menderita kanker. ( AFP / Oli SCARFF)

Unggahan sesat kaitkan vaksin Covid-19 dengan diagnosis kanker Kate Middleton

Para pakar berulang kali menegaskan bahwa tidak ada bukti yang menghubungkan kanker dengan vaksinasi Covid-19, membantah klaim salah yang beredar di media sosial setelah Catherine, putri kerajaan Inggris, didiagnosis mengidap kanker pada usia 42 tahun. Kenaikan kasus kanker pada generasi muda telah terjadi setidaknya sejak tahun 1990-an.

Unggahan medsos yang mengaitkan diagnosis kanker Putri Wales itu dengan vaksinasi Covid-19 muncul di X pada tanggal 24 Maret 2024, dan telah disukai lebih dari 10 kali. 

Unggahan itu membagikan dua tangkapan layar: yang pertama berita Kompas.com bulan Mei 2020 tentang Catherine menerima dosis pertama vaksin Covid-19, dan yang kedua berita Liputan 6 bulan Maret 2024 tentang sang putri mengumumkan mengidap kanker (tautan arsip ini dan ini).

Keterangan unggahan berbunyi: "Kate Middleton, 3 tahun yang lalu masih cantik segar bugar. Sekarang setelah dienjus vaksin? Semua memang sudah takdir. Tapi jangan sampai jadi orang bego yang menyerahkan takdir pada cairan haram [emoji suntik] yang 'katanya' aman".

Image
Tangkapan layar unggahan sesat, diambil pada 4 April 2024

Unggahan tersebut menyebar setelah istri Pangeran William itu mengumumkan dalam sebuah video pada tanggal 22 Maret 2024 bahwa dia telah didiagnosis mengidap kanker dan sedang menjalani kemoterapi pencegahan (tautan arsip).

Ia menerima curahan simpati dari penjuru dunia setelah mengunggah pesan videonya, sebagai upaya mengakhiri desas-desus setelah berbulan-bulan dia tak terlihat di depan publik.

Sebelumnya, pada tanggal 29 Mei 2021, Kate mengumumkan di Instagram bahwa ia telah menerima dosis pertama vaksin Covid-19, namun tidak menyebutkan jenis vaksin apa yang ia terima (tautan arsip).

Klaim mirip diposting di X di sini dan di Instagram di sini, di mana unggahannya telah disukai lebih dari 3.500 kali. 

Postingan serupa turut beredar dalam berbagai bahasa, misalnya , bahasa Inggris, bahasa Prancisbahasa Kroasiabahasa Spanyol dan bahasa Jerman  -- beberapa di antaranya membagikan tangkapan layar judul laporan surat kabar Inggris The Telegraph yang menyebut tentang "epidemi kanker yang 'misterius'" (tautan arsip).

Unggahan dalam bahasa Mandarin dan bahasa Thai mengulangi narasi dr. William Makis, dokter Kanada yang sering menyebarkan hoaks tentang vaksin Covid. Dalam komentarnya tentang penyakit kanker Kate di Facebook dan X,  Makis mengklaim Covid-19 menyebabkan "kanker turbo", yang "berkembang pesat" dan bisa menjadi "agresif". 

Namun, klaim tersebut salah.

'Tidak ada bukti'

“Tidak ada bukti bahwa vaksin apa pun menyebabkan kanker,” kata International Agency for Research on Cancer (IARC) -- badan internasional untuk penelitian kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) -- kepada AFP melalui email pada tanggal 25 Maret 2024 (tautan arsip).

“Tren peningkatan kanker pada generasi muda sudah terlihat sebelum epidemi Covid dan kampanye vaksinasi yang terkait,” tambah IARC.

Dalam wawancara dengan AFP tahun 2022, Maya Gutierrez, spesialis onkologi medis di Institut Curie di Prancis, setuju bahwa implikasi apa pun dari hubungan antara vaksin Covid-19 dan peningkatan angka kanker "tidak memiliki dasar rasional" (tautan arsip).

“Dari segi waktunya terlalu singkat, tidak mungkin vaksinasi menimbulkan fenomena seperti ini, ada dua inkonsistensi dalam wacana ini, pada mekanisme dan waktunya,” ujarnya.

Penelitian mengenai korelasi antara risiko kematian dan usia -- berdasarkan data yang dikumpulkan sebelum epidemi Covid-19 -- menunjukkan bahwa risiko kanker pada kaum muda semakin meningkat.

Menurut laporan American Cancer Society yang diterbitkan pada bulan Januari 2024, "orang dewasa muda adalah satu-satunya kelompok usia yang mengalami peningkatan insiden kanker antara tahun 1995 dan 2020" (tautan arsip).

Sebuah penelitian besar yang diterbitkan dalam jurnal BMJ Oncology pada tahun 2023 menemukan bahwa tingkat orang di bawah 50 tahun yang didiagnosis menderita 29 jenis kanker umum melonjak hampir 80 persen antara tahun 1990 dan 2019 di seluruh dunia (tautan arsip).

Ahli onkologi Kimmie Ng dari Dana-Farber Cancer Institute di kota Boston, AS, mengatakan diagnosis Putri Wales adalah "contoh mengkhawatirkan dari meningkatnya angka kanker di kalangan orang dewasa di bawah usia 50 tahun" (tautan arsip).

Berbagai faktor

Shivan Sivakumar, ahli onkologi dan peneliti di Universitas Birmingham, di Inggris, mengatakan kepada AFP bahwa alasan meningkatnya angka kanker di antara penduduk yang berusia di bawah 50 tahun masih belum diketahui (tautan arsip).

"Saya rasa kita belum berhasil mengaitkan apa pun. Saya telah melihat data yang menunjukkan bahwa hal ini telah terjadi selama lebih dari 10-15 tahun, bukan hanya lonjakan dalam tiga atau empat tahun terakhir," kata Sivakumar. 

Gaya hidup, dan khususnya konsumsi tembakau dan alkohol, telah dianggap sebagai penyebab oleh sejumlah peneliti, khususnya mengenai kanker kolorektal pada orang dewasa muda (tautan arsip).

Peningkatan angka diagnosis juga turut menjelaskan peningkatan tren tersebut: banyak dari kanker ini tidak terdeteksi sebelum tahun 2010-an, sebelum usia 50 tahun.

"Kanker secara tradisional dianggap sebagai penyakit lansia (didefinisikan sebagai orang dewasa berusia 50 tahun ke atas)," tulis riset yang diterbitkan di JAMA Open Network pada bulan Agustus 2023 (tautan arsip).

Studi yang sama menyebutkan penyebab peningkatan kasus di kalangan dewasa muda sebagai berikut: "Meningkatnya angka obesitas, perubahan paparan lingkungan, seperti asap dan minyak, masalah tidur, kurangnya aktivitas fisik, mikrobiota, dan paparan terhadap komponen karsinogenik."

AFP sebelumnya telah membantah misinformasi tentang kanker turbo dalam vaksin Covid di sini.

IARC mengatakan: "Vaksin Covid-19 direkomendasikan untuk pasien kanker karena mereka memiliki risiko lebih tinggi terkena morbiditas dan komplikasi terkait Covid."

Dalam berbagai kesempatan, sejumlah pakar medis juga mengatakan kepada AFP bahwa manfaat vaksinasi Covid-19 lebih besar daripada risikonya, sejalan dengan rekomendasi WHO (tautan arsip).

Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?

Hubungi kami