Tulisan ilmiah tidak buktikan vaksin mRNA Pfizer menyebabkan 'kanker turbo'

Walau literatur ilmiah telah membuktikan bahwa tidak ada hubungannya antara vaksin Covid-19 dengan kanker, masih beredar di media sosial klaim salah yang mengatakan penelitian baru dari Belgia membuktikan vaksin Pfizer menyebabkan kanker turbo. Eksperimen yang disebutkan dalam klaim tersebut -- di mana hanya seekor tikus didapati menderita tumor -- memiliki banyak kekurangan, para pakar menjelaskan kepada AFP. Penulis laporan riset itu juga mengatakan kepada media Belgia bahwa penelitian mereka tidak membuktikan vaksin menyebabkan kanker.

"Penelitian baru membuktikan bahwa vaksin mRNA Pfizer menyebabkan kanker turbo," tulis postingan Facebook ini, yang diunggah pada tanggal 20 Agustus 2023.

"Dalam sebuah penelitian baru oleh Sander Eens dan rekan-rekannya di Belgia, mereka menginjeksi 14 tikus dengan 2 dosis vaksin mRNA Pfizer COVID-19.

"2 hari setelah dosis Pfizer kedua, 1 dari 14 tikus (7%) mati secara tiba-tiba dan mengalami kanker turbo dengan infiltrasi limfoma di banyak organ: hati, ginjal, limpa, paru-paru, dan usus.

"Tikus yang mengalami kanker turbo tidak menunjukkan tanda-tanda klinis penyakit sebelum kematiannya yang tiba-tiba."

Image
Tangkapan layar unggahan sesat, diambil pada tanggal 26 Agustus 2023 dan diblur oleh AFP

Postingan itu juga menyertakan unggahan dan tangkapan layar tulisan penelitian Belgia itu, yang berjudul: "B-cell lymphoblastic lymphoma following intravenous BNT162b2 mRNA booster in a BALB/c mouse: A case report" (tautan arsip). Laporan itu diterbitkan di bulan Mei 2023 oleh Frontiers in Oncology, sebuah jurnal akses terbuka (tautan arsip).

Klaim serupa telah dibagikan lebih dari 560 kali selepas muncul di Facebook di sini dan di sini, dan juga di aplikasi X, yang sebelumnya bernama Twitter, di sini, di sini dan di sini.

Narasi itu juga beredar dalam bahasa Inggris dan bahasa Prancis.

Postingan-postingan itu adalah bagian dari berbagai klaim tanpa bukti ilmiah yang beredar di medsos, bahwa vaksin Covid-19 dapat menyebabkan "kanker turbo" -- istilah yang dibuat para pegiat anti vaksin untuk menggambarkan tumor yang tumbuh dengan cepat.

Namun klaim itu salah.

Frontiers in Oncology, yang menerbitkan laporan Belgia itu, diklasifikasikan sebagai "jurnal predator" oleh beberapa peneliti dan dapat ditemukan di Beall's List, yang berisi daftar jurnal yang diketahui bersedia menerbitkan karya tulis ilmiah asalkan dibayar dan menerima imbalan (tautan arsip ini, ini dan ini).

Eksperimen Belgia tersebut menguji apakah vaksin Pfizer menyebabkan kanker kelenjar getah bening (limfoma) dengan memberikan dua dosis vaksin mRNA Pfizer/BioNTech kepada 14 ekor tikus.

Laporan mereka menyatakan bahwa dua hari setelah pemberian dosis kedua, salah satu tikus "meninggal secara mendadak" dan ketika dibedah terlihat kanker getah bening di beberapa organnya.

"Kalau melihat hasil yang tertera pada Bagan 4, di mana mereka membandingkan kurva pertumbuhan binatang-binatang -- sebuah cara untuk mengukur apakah binatang-binatang tersebut sehat atau tidak -- akan terlihat bahwa satu tikus yang mereka suntik dan memiliki tumor itu berbeda dengan yang lainnya," kata Mathieu Gabut, ilmuwan dari Pusat Penelitian Kanker Lyon (CRCL) di Prancis, pada tanggal 13 Juli 2023 (tautan arsip).

"Tikus itu kehilangan berat badannya sementara tikus-tikus lain berat badannya bertambah. Namun perubahan masa tubuh tersebut muncul bahkan sebelum suntikan pertama dan kedua, sekitar minggu ke-5 dan ke-6," katanya.

Bagan yang dibicarakan oleh Gabut terlihat pada infografik di bawah ini -- garis merah menunjukkan kurva pertumbuhan tikus yang mati, yang dapat terlihat kehilangan berat badannya bahkan sebelum suntikan vaksin diberikan.

Image
Tangkapan layar infografik dalam laporan Belgia, diambil pada tanggal 17 Juli 2023

Kritik yang lain

Bagian abstrak dalam tulisan tersebut tidak mengklaim bahwa eksperimen mereka membuktikan vaksin menyebabkan kanker. Penulis laporan menyampaikan bahwa studi kasus mereka adalah "tambahan untuk laporan klinis sebelumnya tentang perkembangan limfoma ganas setelah vaksinasi mRNA Covid-19 baru, meskipun demonstrasi sebab akibat langsung tetaplah susah terlihat."

Meskipun studi kasus dapat memberikan informasi baru, Bruno Quesnel, direktor riset dan inovasi Institut Kanker Nasional Prancis, mengatakan bahwa fokus para ilmuwan adalah apakah hasil penelitian telah diobservasi berulang kali (tautan arsip).

Ketika ditanya AFP tentang laporan ilmiah Belgia tersebut, Quesnel berkata: "Mustahil menemukan hubungan sebab dan akibat sekecil apa pun dalam model eksperimen seperti ini. Untuk melakukan hal ini, percobaan harus diulangi dengan melakukannya pada beberapa kelompok tikus."

Dia juga mengatakan bahwa binatang dapat secara tiba-tiba menderita tumor. "Tak ada pengecualian terhadap tikus yang diobservasi di laboratorium," ujarnya.

Pierre Saintigny, pakar onkologi dan peneliti di Centre Léon Bérard di Prancis, setuju tentang hal itu (tautan arsip). Ia merujuk pada dua studi tentang tumor pada tikus, yang diterbitkan di tahun 1983 dan 2002 (tautan arsip ini dan ini).

"Tikus bisa tiba-tiba memiliki limfoma ... para penulis bahkan tidak mendiskusikan hal ini," katanya pada tanggal 13 Juli 2023.

David Gorski, guru besar onkologi di Wayne State University, di Michigan, AS, juga menyebutkan kekurangan lainnya dalam laporan ilmiah tersebut (tautan arsip).

Dia mempertanyakan mengapa semua tikus diberikan vaksin melalui pembuluh darah di ekor mereka, dan bukan melalui injeksi intramuskuler, seperti yang diberikan pada manusia, dan juga mengapa dosis yang diberikan kepada tikus jauh lebih besar daripada yang diberikan kepada manusia (tautan arsip).

"Desainnya begitu artifisial dengan dosis vaksin intravena yang tidak dimaksudkan untuk diberikan melalui intravena, ditambah lagi penggunaan dosis yang sangat besar, sehingga, apa pun hasil penelitiannya, tidak akan bisa diaplikasikan pada manusia," tulisnya dalam postingan blog bertanggal 12 Juli 2023 (tautan arsip).

Peneliti riset Belgia

Walau postingan Facebook sesat mengklaim, "Tikus yang mengalami kanker turbo tidak menunjukkan tanda-tanda klinis penyakit sebelum kematiannya yang tiba-tiba," hal tersebut tidak tertulis dalam laporan tersebut.

Sander Eens, penulis laporan Belgia yang juga kandidat doktoral di Universitas Antwerp, juga menyangkal bahwa penelitian mereka membuktikan bahaya vaksin Covid-19 (tautan arsip).

Riset mereka "telah dibajak," kata Eens ketika diwawancara VRT, media penyiaran publik Belgia, yang diterbitkan di bulan Agustus 2023 (tautan arsip).

"Dalam laporan, kami tak pernah menyebut 'kanker turbo' maupun membuktikan bahwa kanker kelenjar getah bening yang ditemukan dalam tikus disebabkan oleh vaksin," tambahnya.

"Ini adalah laporan studi kasus ... sementara itu, kami telah memberikan vaksin mRNA kepada 70 tikus. Tak satu pun dari binatang tersebut terkena sakit kanker," kata Eens. "Sampai sekarang, tak ada bukti ilmiah apa pun adanya hubungan sebab-akibat antara vaksin mRNA dan kanker. Ini juga terjadi dalam riset kami."

Vaksin dan kanker

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Institut Kanker Nasional AS: "Tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan kanker, menyebabkan kanker muncul kembali, atau menyebabkan penyakit berkembang" (tautan arsip).

Organisasi kanker di berbagai negara -- termasuk Amerika Serikat, Kanada, Inggris dan Australia -- merekomendasikan vaksin Covid-19 kepada pasien kanker (tautan arsip ini, ini, ini dan ini).

Alasannya, banyak penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa pasien kanker beresiko tinggi mengalami komplikasi dari Covid-19 (tautan arsip ini dan ini).

Laporan AFP Periksa Fakta lainnya tentang misinformasi seputar vaksin dapat dibaca di sini.

Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?

Hubungi kami