
Dokter AS sebut klaim salah bahwa 'dokter Malaysia dihukum mati karena bunuh pasien dengan vaksin Covid'
- Artikel ini berusia lebih dari setahun.
- Diterbitkan pada hari Kamis 19/01/2023 pukul 06:58
- Diperbarui pada hari Kamis 19/01/2023 pukul 07:55
- Waktu baca 3 menit
- Oleh: Syafique SHUIB, AFP Malaysia, AFP Indonesia
Hak Cipta © AFP 2017-2025. Segala jenis penggunaan konten secara komersial harus melalui langganan. Klik di sini untuk lebih lanjut.
"Nuremberg sudah mulai (globali)..." begitu bunyi postingan Facebook ini, yang diunggah pada tanggal 29 November 2022.
Postingan tersebut mengklaim bahwa seorang dokter Malaysia telah "dijatuhkan hukuman mati setelah didapati bersalah melakukan pembunuhan secara sengaja dengan memberikan suntikan cv19 bio senjata".
Unggahan itu membagikan video berdurasi enam menit dan 34 detik, menampilkan dokter Amerika bernama Betsy Eads -- yang sebelumnya telah menyebarkan misinformasi tentang vaksin Covid-19 -- berbicara kepada Conservative Business Journal Podcast.
"Jadi, saya mendengar bahwa di Malaysia, dokter pertama dihukum mati di bawah Kode Nuremberg karena telah memberikan vaksin senjata biologis dan membunuh seorang pasien," katanya.
Di bagian atas dan bawah video yang telah ditonton lebih dari 190 kali itu, terlihat tempelan teks: "Doktor pakar Malaysia" dan "Hukuman mati dibawah Nuremberg".

Kode Nuremberg adalah kode etik untuk eksperimen terhadap manusia, seperti persetujuan secara sukarela dan menghindari penderitaan yang tak perlu.
Kode ini dibuat menyusul Persidangan Nuremberg yang mengadili penjahat perang Nazi, termasuk dokter yang dituduh memiliki peran dalam menjalankan eksperimen medis terhadap tahanan di kamp konsentrasi.
AFP telah membongkar gelombang misinformasi tentang Kode Nuremberg, termasuk klaim salah bahwa pemberian vaksin melanggar prinsip kode tersebut.
Video itu telah ditonton lebih dari 2.100 kali setelah dibagikan dengan klaim sama oleh pengguna medsos dari Indonesia lainnya, seperti di postingan Facebook ini dan di ini, serta di utas Twitter ini.
Selain itu, rekaman video Eads juga beredar di berbagai negara, seperti Malaysia, Australia, Afrika Selatan, Amerika Serikat dan Inggris.
Postingan serupa juga muncul di Telegram, TikTok dan platform medsos Rusia VK, di mana video itu telah ditonton lebih dari 8.000 kali.
Moratorium sejak tahun 2018
Malaysia telah menerapkan moratorium eksekusi mati sejak negara itu mengumumkan akan menghapus hukuman mati pada bulan Oktober 2018.
Pada bulan Juni 2022, pemerintah Malaysia mengatakan bahwa mereka sepakat untuk menghapus hukuman mati wajib, yang dikenakan pada 11 pelanggaran, termasuk pembunuhan, penculikan, kepemilikan senjata api dan pengedaran narkoba.
Menteri undang-undang dan reformasi institusi, Azalina Othman Said, mengatakan dalam pernyataannya pada bulan Desember 2022 bahwa pemerintah akan mengajukan RUU untuk menghapus hukuman mati pada bulan Februari 2023.
"Moratorium eksekusi untuk terpidana hukuman mati masih dipertahankan hingga seluruh amandemen rancangan undang-undang diimplementasikan," katanya dalam pernyataan itu.
Perwakilan Amnesty International mengatakan kepada AFP bahwa meskipun pengadilan Malaysia masih menjatuhkan hukuman mati, namun tidak ada eksekusi yang dilakukan sejak pengumuman moratorium di tahun 2018.
Dobby Chew, pengacara HAM di Malaysia dan koordinator eksekutif Anti-Death Penalty Asia Network (Jaringan Asia Anti Hukuman Mati), juga mengatakan pada AFP bahwa tidak ada eksekusi hukuman mati di negara itu sejak tahun 2018.
Eksekusi terakhir tercatat dilakukan di tahun 2018, kata Chew, merujuk pada laporan dari SUARAM, organisasi HAM di Malaysia.
Pihak berwenang tidak mempublikasikan nama individu yang dieksekusi.
Menurut situs web Mahkamah Persekutuan Malaysia, hukuman mati yang dijatuhkan di tahun 2022 adalah kasus pengadilan yang mulai diproses bertahun-tahun sebelum Malaysia meluncurkan program vaksinasi Covid-19 di bulan Februari 2021.
Tiada kematian dikaitkan dengan vaksin
Hingga tanggal 16 Januari, 2023, Malaysia telah memberikan lebih dari 72,6 juta dosis vaksin Covid-19, dengan lebih dari 84 persen penduduk telah menerima vaksin setidaknya dua kali.
Sampai tanggal 20 September, 2022, tidak ada kematian "yang berkaitan langsung dengan vaksin yang diberikan", kata Bahagian Regulatori Farmasi Negara (NPRA) dalam laporan terbarunya.
AFP tidak menemukan laporan kredibel bahwa Malaysia telah mengeksekusi seorang dokter karena membunuh seorang pasien dengan vaksin Covid-19.
Otoritas kesehatan mengatakan bahwa vaksin Covid-19 aman dan efektif, serta manfaat vaksin lebih besar daripada resikonya.
AFP sebelumnya telah menyanggah klaim menyesatkan dari dokter jantung Amerika, Peter McCullough tentang program vaksinasi di Malaysia.
Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?
Hubungi kami