Komentar Jokowi tentang vaksin Covid-19 ditambahkan ke video santri yang sakit usai imunisasi difteri di Jember di tahun 2018
- Artikel ini berusia lebih dari setahun.
- Diterbitkan pada hari Kamis 28/01/2021 pukul 12:15
- Waktu baca 3 menit
- Oleh: AFP Indonesia
Hak Cipta © AFP 2017-2025. Segala jenis penggunaan konten secara komersial harus melalui langganan. Klik di sini untuk lebih lanjut.
Video yang berdurasi satu menit itu diunggah ke Facebook tanggal 10 Januari 2021 di sini, di mana klip tersebut telah ditonton lebih dari 160 kali.
Keterangan video itu berbunyi, “Ratusan santri di Indon sakit setelah di suntik vaksin mari kita simak berita yg tlah terjadi.”
Dua tulisan yang ditempelkan di video itu berbunyi, “ada lagi yang mau di vaksin” dan “buat warga pak Jokowi”.
Di 45 detik pertama video itu terdengar suara seorang pria yang berkata: “Yang hadir di sini, ada yang ingin divaksin? Ada yang ingin disuntik vaksin? Mau? Nggak ada yang mau? Gimana sih? Takut apa?”
Video itu disebarkan beberapa hari sebelum Indonesia memulai program vaksinasi Covid-19 massal tanggal 13 Januari 2021, yang ditandai dengan Jokowi mendapatkan suntikan perdana vaksin CoronaVac, buatan perusahaan Tiongkok Sinovac, AFP melaporkan di sini.
Video itu telah ditonton lebih dari 1,7 juta kali setelah diunggah dengan klaim serupa di TikTok di sini dan di sini; di Facebook di sini, di sini, dan di sini; serta di YouTube di sini.
Akan tetapi, klaim tersebut salah.
Pencarian kata kunci menemukan versi panjang video itu diunggah pada tanggal 1 Maret 2018 di YouTube di kanal Jember 1TV di sini, dengan judul: “Puluhan Santri Pingsan Usai Imunisasi Difteri.”
Keterangan video berdurasi dua menit itu berbunyi, “Puluhan santri pondok pesantren di Kecamatan Jenggawah Jember pingsan karena dehidrasi usai disuntik vaksin difteri, orangtua santri panik hingga berdatangan ke pondok pesantren tersebut.”
Di bawah ini adalah perbandingan antara video menyesatkan (kiri) dan video Jember 1TV (kanan):
Situs berita Liputan 6 juga melaporkan kejadian tersebut dalam artikel tanggal 1 Maret 2018 ini, yang berjudul: “73 Santri Jember Mual Massal Pasca-Imunisasi Difteri.”
Dua paragraf pertama berita tersebut berbunyi: “Puluhan santri Pondok Pesantren Madinatul Ulum, Dusun Jatirejo, Desa Cangkring, Kecamatan Jenggawah, Jember, Jawa Timur, dirawat di Puskesmas Jenggawah. Sebagian besar juga dirawat intensif di pesantren, karena mengalami mual-mual, pusing dan tubuh lemas, Selasa malam, 27 Februari 2018.
“Gejala tersebut diduga karena efek samping imunisasi difteri yang diberikan Selasa pagi. ‘73 santri mengalami mual, pusing dan lemas, dengan tubuh gementar, yang diduga karena efek dari vaksin imunisasi difteri,’ tutur Pengasuh Pondok Pesantren Madinatul Ulum, KH Lutfi Ahmad di Ponpes Madinatul Ulum, Rabu, 28 Februari 2018.”
Antara dan Detik.com juga melaporkan kejadian yang menimpa para santri di Jember.
Perkataan Jokowi
Suara pria di awal video cocok dengan kutipan perkataan Jokowi saat bertemu dengan sekelompok pengusaha kecil di Istana Bogor pada tanggal 18 Desember 2021, seperti dilaporkan Antara dan Kumparan.
Tulisan Kumparan itu berjudul “Jokowi: Saya Harap Tidak Ada yang Menolak Vaksin Corona.”
Laporan itu antara lain berbunyi: “Jokowi sempat menanyakan pada pedagang apakah ingin divaksin, namun mereka tak merespons. Baru pada pertanyaan kedua para pedagang yang mendapat bantuan modal itu mengacungkan tangan.
“‘Yang hadir di sini ada yang ingin divaksin? Ada yang ingin disuntik vaksin? Mau? Gak ada yang mau? Gimana sih? Takut apa? Yang tidak mau divaksin siapa? Ada? Ada ndak di sini yang enggak mau divaksin?’ tanya Jokowi.
“‘Saya sudah menyampaikan saya nanti yang akan divaksin pertama kali. Di Indonesia ini saya yang pertama kali untuk menunjukkan bahwa divaksin tidak apa-apa sehingga nanti kalau semua nanti sudah divaksin ya artinya kita sudah kembali normal lagi itu loh,’ bebernya.”
AFP juga telah menerbitkan laporan periksa fakta tentang klaim salah soal vaksinasi Covid-19 yang memakai video santri yang jatuh sakit pasca imunisasi difteri di Madura pada tahun 2018.
Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?
Hubungi kami