Postingan membagikan klaim salah bahwa 'chemtrail menyebarkan Covid-19'
- Artikel ini berusia lebih dari setahun.
- Diterbitkan pada hari Selasa 22/02/2022 pukul 11:03
- Diperbarui pada hari Sabtu 26/02/2022 pukul 04:50
- Waktu baca 3 menit
- Oleh: AFP Indonesia, AFP Prancis
Hak Cipta © AFP 2017-2025. Segala jenis penggunaan konten secara komersial harus melalui langganan. Klik di sini untuk lebih lanjut.
"WASPADA & BERSIAPLAH WARGA KOTA BANDUNG, MINGGU DEPAN AKAN DI MULAI LAGI BANYAK ORANG SAKIT & MENINGGAL KRN DI COVID KAN OLEH SENJATA BIOLOGI YANG SUDAH DI TEBAR MELALUI UDARA," demikian bunyi status unggahan Facebook pada tanggal 8 Februari 2022.
Unggahan itu membagikan video yang memperlihatkan garis putih di langit, dengan suara seorang pria menyebutkan video itu direkam di Bandung pada tanggal 7 Februari 2022.
Klaim tersebut telah dibagikan dengan berbagai video serupa, di Facebook di sini, di sini dan di sini, di mana rekaman tersebut mendapat tontonan lebih dari 74.000 kali
Klaim serupa juga beredar dalam bahasa Inggris di Facebook di sini dan di Twitter di sini.
Teori konspirasi "chemtrail" mengklaim bahwa bahwa garis putih yang ditinggalkan pesawat di langit adalah zat kimia beracun atau senjata biologi yang digunakan dalam program rahasia pemerintah. Para ahli mengatakan tidak ada bukti yang menunjukkan kalau chemtrail nyata.
"Jejak-jejak putih ini adalah kondensasi, tetesan air," Nathalie Huret, direktur Observatorium Fisika Bumi Clermont-Ferrand (OPCG) di Prancis, mengatakan kepada AFP.
Panjang dan berapa lama jejak kondensasi itu berada di langit bergantung pada suhu dan tekanan, tambah Huret.
"Pesawat memiliki ketinggian jelajah sekitar 7.000 hingga 8.000 meter," seorang perwakilan dari Otoritas Penerbangan Sipil Prancis (DGAC) mengatakan kepada AFP.
Pada ketinggian ini, yang mana "kelembabannya relatif tinggi, berkisar 70%, dan suhu di bawah -35 derajat Celsius",
Pada ketinggian ini, dengan "tingkat kelembaban yang relatif tinggi, biasanya sekitar 70%, dan suhu di bawah -35 derajat Celcius", di mana normal untuk "fenomena fisik klasik kondensasi" membentuk jejak putih.
"Pada kondisi ini, jejak kondensasi [condensation trails] atau contrails — bukan 'chemtrails' — bisa terbentuk," kata Jean-Christophe Canonici, wakil direktur pusat penelitian udara Prancis SAFIRE.
Contrails terbentuk dari molekul air yang terdapat di udara dan terbentuknya disebabkan oleh lintasan pesawat, jelasnya lagi.
"Jejaknya bertahan lama jika kondensasi terperangkap di lapisan atmosfer dengan kelembaban lebih tinggi," ujar Canonici.
"Kalau jejaknya cepat hilang, berarti pesawat berada di zona kering", di mana massa udara bersirkulasi dan membubarkan uap air, tambahnya.
Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) juga menjelaskan bahwa fenomena yang terlihat di berbagai unggahan media sosial adalah contrails, bukan chemtrails.
View this post on Instagram
"Contrail tidak berbahaya bagi manusia, hewan, maupun tumbuhan," tulis akun Instagram BMKG pada tanggal 19 Februari 2022.
"Contrail juga tidak dapat turun menjadi hujan karena posisinya yang sangat tinggi menyebabkan kristal-kristal es contrail menguap di sepanjang perjalanannya jauh sebelum menyentuh tanah," tambahnya.
Departemen Transportasi Inggris menyebut tidak ada bukti contrails menyebabkan masalah kesehatan.
"Pada ketinggian di mana contrails terbentuk, oksida nitrogen dan partikel yang dapat menyebabkan masalah pernapasan menjadi tersebar," katanya di situs webnya.
Konsensus ilmiah menyatakan bahwa Covid-19 disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, yang menyebar antara orang yang melakukan kontak dekat.
AFP sebelumnya telah membantah klaim bahwa sejumlah foto membuktikan keberadaan chemtrails di sini dan bahwa pandemi Covid-19 disebabkan oleh polusi udara di sini.
Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?
Hubungi kami