
Video ilmuwan AS Robert Malone menyebarkan klaim salah bahwa vaksin Covid-19 membahayakan anak-anak
- Artikel ini berusia lebih dari setahun.
- Diterbitkan pada hari Rabu 26/01/2022 pukul 07:18
- Waktu baca 7 menit
- Oleh: Juliette MANSOUR, Marine PENNETIER, Claire SAVAGE, AFP Prancis, AFP Amerika Serikat, AFP Indonesia
Hak Cipta © AFP 2017-2025. Segala jenis penggunaan konten secara komersial harus melalui langganan. Klik di sini untuk lebih lanjut.
Rekaman video berdurasi lima menit itu diunggah di Facebook di sini pada tanggal 17 Januari 2022 dan telah ditonton lebih dari 92.000 kali.
Video itu adalah gabungan laporan tvOne mengenai pernyataan dari ilmuwan Amerika Robert Malone yang menolak anak-anak mendapatkan vaksin Covid-19, dan video Malone membaca pernyataannya sendiri.

Status unggahannya berbunyi: "Pernyataan ilmuan dan ahli vaksin amerika robert malone terkait cairan kontroversi yg saat ini sedang dipaksakan di indonesia".
Rekaman video serupa telah ditonton lebih dari 80.000 kali setelah muncul dengan klaim mirip di Facebook di sini, di sini dan di sini; di Twitter di sini dan di sini; serta di TikTok di sini dan di sini.
Video Malone itu juga beredar dengan klaim dalam bahasa Inggris, bahasa Spanyol dan bahasa Prancis.
Malone, seorang peneliti Amerika yang pada akhir tahun 1980-an berkontribusi pada pengembangan vaksin mRNA, teknologi yang digunakan dalam vaksin Covid-19 seperti Pfizer-BioNTech dan Moderna, menggambarkan dirinya sebagai "penemu asli vaksinasi mRNA".
Pada kenyataannya, banyak ilmuwan lain yang terlibat dalam proses pengembangan jenis vaksin tersebut selama beberapa dekade.
Kemenkes RI memulai vaksinasi Covid-19 untuk anak-anak usia 6-11 tahun pada tanggal 14 Desember 2021 dengan menggunakan vaksin Sinovac, yang adalah vaksin virus yang dinonaktifkan.
Vaksinasi Covid-19 untuk remaja berusia 12-17 tahun dimulai Kemenkes dengan vaksin Sinovac di bulan Juli 2021, sedangkan vaksin Pfizer-BioNTech, yang merupakan vaksin mRNA, mulai diberikan di bulan Agustus 2021.
Di AS, izin penggunaan darurat vaksin mRNA Pfizer-BioNTech untuk anak-anak berusia 5-11 tahun dikeluarkan pada tanggal 29 Oktober 2021, menyusul izin untuk remaja berusia 12-15 tahun di bulan Mei 2021.
Video tvOne
Pencarian kata kunci di Google menemukan video tvOne yang ditampilkan di unggahan menyesatkan sebenarnya adalah bantahan terhadap klaim Malone mengenai bahaya vaksinasi Covid-19 pada anak.
Laporan video itu itu diunggah pada tanggal 21 Desember 2021 di kanal YouTube stasiun TV tersebut, dengan judul: "Ramai Dibicarakan Terkait Vaksin Anak Berbahaya, IDAI: Pernyataan dr. Malone Tidak Benar | tvOne".
Dalam laporannya, tvOne mewawancarai ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, untuk meminta pendapat beliau mengenai klaim yang diutarakan Malone.
"Pernyataan-pernyataan dari kelompok anti vaksin ini memang suka bikin heboh di media," kata dr. Piprim.
Akan tetapi klaim itu "tidak masuk akal. Buat saya ini tidak masuk akal sama sekali. Jadi sebuah statement yang bombastis ini memang menarik perhatian masyarakat bahkan dari luar negeri dan di dalam negeri, tapi kita kan mesti berdasarkan scientific based ya."
Klaim Malone
Video yang menampilkan Malone membaca pernyataannya mengenai bahaya anak menerima vaksin mRNA telah beredar setidaknya sejak bulan Desember 2021 di platform video 3Speak dan sempat dicuitkan oleh Malone di akun Twitternya.
AFP memeriksa tiga klaim menyesatkan yang dibuat oleh Malone. Berikut detailnya:
Klaim 1: Protein lonjakan dari vaksin mRNA Covid-19 beracun
Dalam video tersebut, Malone mengklaim protein lonjakan (spike protein) sebagai sesuatu yang berbahaya dan sumber permasalahan pada organ tubuh.
"Sebuah gen virus akan disuntikkan ... Gen ini memaksa tubuh anak Anda untuk membuat protein lonjakan beracun. Protein ini sering menyebabkan kerusakan permanen pada organ penting anak-anak," katanya.
"Itu salah," kata Paul Offit, dokter spesialis penyakit menular dan direktur Pusat Pendidikan Vaksin di Rumah Sakit Anak Philadelphia, di AS. "Tidak ada bukti, baik pada hewan percobaan atau manusia."
Deborah Greenhouse, dari American Academy of Pediatrics, juga setuju dengan Offit. "Sama sekali tidak ada bukti bahwa protein lonjakan yang dihasilkan sebagai respons terhadap vaksin Covid-19 itu beracun," katanya.
Vaksin messenger ribonucleic acid (mRNA) bekerja dengan memperkenalkan "cetak biru" (blueprint) protein lonjakan virus corona, bagian dari virus yang nantinya dapat dikenali dan dilawan oleh tubuh jika terinfeksi, tanpa memaparkan tubuh ke virus yang sebenarnya.
Vaksin Covid-19 buatan Pfizer-BioNTech dan Moderna menggunakan teknologi mutakhir, berbeda dari vaksin tradisional yang menggunakan virus yang telah dilemahkan atau dinonaktifkan untuk membangun antibodi, seperti misalnya vaksin Sinovac dan Sinopharm.
Greenhouse menjelaskan: "Protein lonjakan adalah target yang berguna untuk vaksin karena berbeda dari protein lain yang dapat diproduksi manusia. Jadi sistem kekebalan kita dapat mengenalinya sebagai benda asing dan memasang respons kekebalan terhadapnya. Selain itu, tidak ada bukti bahwa protein lonjakan tetap berada di dalam tubuh lebih lama daripada protein khas lainnya dan tidak ada bukti bahwa lonjakan protein itu menyebabkan kerusakan yang signifikan."
AFP Fact Check telah membantah klaim serupa bahwa protein lonjakan berbahaya pada bulan Mei 2021, dengan para ahli mengatakan protein lonjakan dalam vaksin Covid-19 aman karena hanya bertahan di otot lengan seseorang untuk waktu yang singkat.
“Tidak ada bukti yang mendukung bahwa protein lonjakan yang diproduksi oleh vaksin mRNA Covid-19 beracun dengan cara apa pun,” kata Alexandra Yonts, dokter spesialis penyakit menular anak di Rumah Sakit Nasional Anak di Washington, DC.
Jutaan orang di seluruh dunia kini telah divaksinasi dengan vaksin mRNA Covid-19. Tindak lanjut keamanan yang ketat serta pengumpulan data "tidak menunjukkan bukti toksisitas dalam skala besar", kata Yonts.
Klaim 2: Protein lonjakan sering menyebabkan kerusakan permanen pada organ penting anak-anak
Malone juga mengatakan protein lonjakan yang dihasilkan melalui vaksin mRNA Covid-19 sering menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada "otak dan sistem saraf anak-anak, jantung dan pembuluh darah mereka, termasuk pembekuan darah, sistem reproduksi mereka, dan yang terpenting, vaksin ini dapat memicu perubahan mendasar dalam sistem kekebalan mereka."
Memang benar bahwa vaksin memicu perubahan pada sistem kekebalan tubuh, kata Yonts. "Secara harfiah itulah tujuan vaksinasi."
"Vaksin akan menyebabkan perubahan dalam sistem kekebalan, sebab vaksin memberikan sistem kekebalan dengan target untuk mengembangkan memori kekebalan terhadap protein lonjakan untuk melindungi orang dari penyakit," katanya.
Namun, pernyataan Malone lainnya tidak didukung oleh bukti.
"Sama sekali tidak ada bukti bahwa protein lonjakan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada organ vital anak-anak," kata Greenhouse.
Efek samping serius yang langka setelah vaksinasi mRNA Covid-19 pernah dilaporkan, termasuk oleh pria muda yang menderita miokarditis atau perikarditis, yakni peradangan pada atau di sekitar jantung.
Akan tetapi, Yonts dan Offit menjelaskan kasus miokarditis bersifat sementara dan tidak permanen, berlawanan dengan klaim Malone.
"Miokarditis jelas merupakan konsekuensi dari vaksin mRNA. Langka, tapi nyata," kata Offit. Namun, kondisinya "singkat, sementara dan sembuh sendiri".
Baik Offit maupun Yonts menyatakan data yang menunjukkan kasus miokarditis yang jarang terjadi bukanlah akibat langsung dari lonjakan protein itu sendiri, seperti yang dikatakan Malone.
Para ilmuwan masih mempelajari kasus miokarditis ini, tetapi mereka lebih mungkin terhubung dengan respons imun bawaan tubuh, bukan spesifik karena protein lonjakan akibat suntikan vaksin Covid-19, kata Yonts.
Dia menambahkan data menunjukkan masalah serius, seperti yang diklaim Malone, justru berpotensi disebabkan oleh infeksi Covid-19, bukan oleh vaksin mRNA.
Klaim 3: Tidak ada gunanya memvaksinasi anak-anak terhadap Covid-19
Malone mengatakan: "Ringkasnya, tidak ada manfaat bagi anak-anak Anda atau keluarga Anda untuk memvaksinasi anak-anak Anda terhadap risiko kecil virus." Dia juga menambahkan bahwa manfaat vaksin tidak lebih besar dari risikonya untuk anak-anak.
Ketiga dokter Amerika yang berbicara dengan AFP dengan tegas menolak klaim ini.
"Risiko teoretis vaksin Covid sama sekali tidak lebih besar daripada manfaat vaksin," kata Greenhouse.
"Lebih dari 1.000 anak telah meninggal karena infeksi Covid. Puluhan ribu dirawat di rumah sakit. Salah satu pasien saya dirawat di rumah sakit minggu lalu dengan penyakit signifikan akibat penyakit Covid," katanya.
"Vaksin telah terbukti aman dan efektif untuk anak-anak berusia lima tahun ke atas," kata Greenhouse. Dia menambahkan: "Rasio antara manfaat dan risiko berdasarkan data yang tersedia hingga saat ini jelas mendukung vaksinasi anak-anak usia 5-11 tahun."
Sementara itu, Yonts juga menekankan bahwa ada "manfaat memvaksinasi anak-anak Anda terhadap Covid-19".
Dia juga mengatakan walaupun anak-anak umumnya dilindungi dari gejala terburuk Covid-19, penyakit itu bisa berdampak terhadap anak-anak dan ada laporan kematian terkait Covid-19.
Offit mengatakan di pertengahan bulan Desember 2021, total 18 anak dirawat di Rumah Sakit Anak Philadelphia karena Covid-19 dan "beberapa dari mereka dirawat di ICU".
Kesamaan anak-anak itu adalah mereka dan keluarga dekatnya tidak divaksinasi, meskipun semua kecuali satu, yang berusia di bawah lima tahun, bisa saja divaksinasi.
"Anak-anak itu sakit," kata Offit. "Rumah sakit adalah tempat bagi mereka yang tidak divaksinasi."
'Menyesatkan dan terus terang berbahaya'
Offit mendeskripsikan video Malone "sangat berbahaya, sangat tidak benar".
Dia menambahkan: "Jika ada yang menganggap pria ini serius, maka mereka dapat membahayakan diri mereka sendiri ataupun anak-anak mereka."
Greenhouse mengatakan dia menemukan video itu "menyesatkan dan terus terang berbahaya," dan merupakan "misinformasi".
"Orang-orang tanpa latar belakang medis akan memercayai pernyataan dalam video karena Malone tampil sebagai 'ahli' yang berpengetahuan. Hasilnya adalah banyak orang tua yang akan memutuskan untuk tidak memvaksinasi anak-anak mereka berdasarkan informasi yang salah ini. Itulah mengapa sangat penting bagi kami untuk menyebarluaskan informasi berdasarkan penelitian dan berbasis bukti," katanya.
Yonts berkata bahwa menurut pandangannya, "tidak ada alasan di balik [pernyataan Malone], dan saya merasa adalah tindakan tak bertanggung jawab untuk menyebarkannya tanpa bukti apa pun untuk mendukung klaimnya."
AFP Periksa Fakta telah membantah lebih dari 120 klaim menyesatkan tentang Covid-19 di sini.
Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?
Hubungi kami