
Awan aneh di Turki tak ada kaitannya dengan gempa atau proyek HAARP
- Artikel ini berusia lebih dari setahun.
- Diterbitkan pada hari 27/02/2023 pukul 05:54
- Diperbarui pada hari 01/03/2023 pukul 02:10
- Waktu baca 5 menit
- Oleh: Charlotte STEENACKERS, AFP Belanda, AFP Kenya, AFP Indonesia
- Terjemahan dan adaptasi Mary KULUNDU
Hak Cipta © AFP 2017-2025. Segala jenis penggunaan konten secara komersial harus melalui langganan. Klik di sini untuk lebih lanjut.
Pada tanggal 7 Februari 202, sebuah akun TikTok mengunggah video yang menunjukkan awan berwarna jingga dengan bentuk misterius di langit. Teks yang dituliskan di atas video tersebut berkata: "Ini tanda awan sebelum terjadinya gempa di turki apakah ini HAARP?"
Video berdurasi 43 detik tersebut telah ditonton lebih dari 128.700 kali.

Video itu diunggah sehari setelah gempa bumi bermagnitudo 7,8 mengguncang daerah perbatasan Turki dan Suriah pada tanggal 6 Februari 2023, yang disebut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai "bencana alam terburuk" sepanjang satu abad di wilayah benua Eropa.
Per 24 Februari 2023, angka kematian gempa bumi di kedua negara telah melampaui 50.000 korban jiwa.
Video awan itu juga muncul di postingan lainnya di TikTok di sini, di Facebook di sini, di Snack Video di sini dan di YouTube di sini, di mana video itu telah mendapat jumlah tontonan lebih dari 78.000 kali.
Klaim serupa juga dibagikan dalam bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jepang.
Namun klaim ini salah.
Pada tanggal 19 Januari 2023, apa yang dikenal sebagai awan lentikular memang terlihat di langit kota Bursa, di Turki.
Beberapa media termasuk BBC dan The Guardian melaporkan saat itu kemunculan "awan berbentuk UFO” di Turki yang mulai tampak sejak matahari terbit dan bentuknya tetap utuh hingga sejam kemudian.
Badan meteorologi Inggris menjelaskan awan lentikular sebagai awan "aneh yang bentuknya tidak wajar" yang "terbentuk oleh aliran udara dari bukit atau pegunungan".
"Awan lentikular adalah tanda nyata gelombang pegunungan di udara," demikian penjelasan di situs web badan meteorologi Inggris.
Annemarie Hoogendoorn, juru bicara Institut Meteorologi Belanda (KNMI), mengatakan pada AFP pada tanggal 10 Februari 2023 bahwa daerah pegunungan di kota Bursa membuatnya ideal untuk membentuk awan lentikular.
“Awan lentikular secara alami dapat muncul dari pegunungan, seperti yang terjadi di Bursa… HAARP tidak bisa melakukan itu, tidak ada seorang pun yang bisa,” katanya.
Kota Bursa adalah daerah pegunungan di Turki, yang terletak sekitar 36 km dari Gunung Uludag. Letaknya hampir 900 km dari area yang paling terdampak gempa 6 Februari 2023.
Bukan HAARP
HAARP adalah sebuah program riset yang dijalankan oleh Universitas Alaska Fairbanks mulai tahun 2015, saat mereka mengambil alih program ini dari Angkatan Udara Amerika Serikat.
Menurut situs resmi HAARP, yang dikelola Universitas Alaska, riset ini menggunakan pemancar frekuensi tinggi terkuat di dunia untuk mempelajari ionosfer dan proses fisik yang terjadi di bagian tertinggi atmosfer bumi.
HAARP telah menjadi subyek berbagai teori konspirasi, termasuk klaim tentang manipulasi cuaca, yang telah mereka sanggah di laman FAQ mereka.
Dilansir dari laman tersebut, gelombang radio yang dipancarkan oleh pemancar HAARP tidak diserap oleh bagian atmosfer yang menghasilkan cuaca. "Karena tidak ada interaksi, tidak ada cara untuk mengontrol cuaca," bunyi penjelasan mereka.
Jessica Matthews, manajer program HAARP, juga membantah klaim yang mengaitkan gempa Turki-Suriah dengan HAARP.
“Gempa bumi baru-baru ini dan kehilangan tragis dari begitu banyak jiwa menunjukkan kehancuran yang dapat ditimbulkan oleh bencana alam. Peralatan penelitian di situs HAARP tidak dapat menciptakan atau memperkuat bencana alam,” kata Matthews kepada AFP pada tanggal 11 Februari 2023.
Mampukah manusia mengendalikan cuaca?
Sudah ada usaha untuk memanipulasi cuaca, tapi ini terjadi hanya dalam skala yang kecil. Misalnya proses penyemaian awan, di mana awan dimodifikasi secara ilmiah dengan menggunakan zat yang berperan sebagai inti kondensasi, untuk meningkatkan kemampuan awan membuat hujan atau salju.
Hal ini telah diterapkan di beberapa negara seperti Meksiko, Uni Emirat Arab, Tiongkok dan AS. Indonesia juga kerap kali memakai teknologi penyemaian awan, baik untuk menghentikan hujan dalam upaya mengatasi banjir maupun untuk mendatangkan hujan dalam usaha mencegah karhutla.
Selain itu, juga berlangsung riset teknologi geoengineering untuk memerangi dampak perubahan iklim, seperti pemanasan global.
Di tahun 2022, pemerintah AS mulai mengoordinasikan rencana penelitian lima tahun untuk mempelajari cara memodifikasi jumlah sinar matahari yang mencapai bumi dengan memantulkan sinar matahari untuk menjauhi bumi dengan sejumlah panel besar.
Apa penyebab gempa bumi?
Gempa bumi diakibatkan oleh gerakan-gerakan pada kerak bumi dan tidak ada kaitannya dengan awan ataupun ionosfer -- yang merupakan fokus riset dari HAARP.

Menurut NASA, gempa diakibatkan oleh gerakan-gerakan yang terjadi pada lapisan terluar bumi, yang biasa disebut kerak bumi. Berbagai publikasi ilmiah menjelaskan bahwa gerakan terus menerus di lempeng-lempeng tektonik menyebabkan terjadinya patahan atau sesar.
“Ketika lempeng tektonik bergerak, dia juga menyebabkan gerakan pada sesar," kata NASA dalam situs webnya, sembari menjelaskan bahwa gerakan yang mendadak pada kerak bumi kemudian mengakibatkan gempa.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga memberikan informasi serupa tentang penyebab gempa bumi.
"Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak saling menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser," tulis BMKG dalam situs webnya. "Kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi."
Pada tanggal 8 Februari 2023, BMKG mengunggah penjelasan penyebab gempa Turki-Suriah di akun Instagram mereka. "Sesar Anatolia Timur yang menjadi pemicu gempa merusak M7,8," tulis BMKG. "Wajar jika Sesar Anatolia Timur dengan laju geser 16 mm/tahun ini mampu mengakumulasi tegangan kulit bumi dan rilis energi sebagai gempa dahsyat yang merusak (destructive) dan mematikan (deadly)."
"Adalah angan-angan kosong, mengkait-kaitkan gempa dengan HAARP," ujar Daryono, kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, di akun Twitternya pada hari yang sama.
Sejak gempa bumi melanda Turki dan Suriah, media sosial telah dibanjiri berbagai misinformasi, yang beberapa di antaranya telah disbongkar oleh AFP seperti ini, ini dan ini.
Adakah konten yang Anda ingin AFP periksa faktanya?
Hubungi kami